Soal Pembelian Alutsista, Kasad Rela Dimusuhi


Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo prihatin terhadap agen pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista). Pasalnya, antara harga alutsista melalui pihak ketiga dengan pembelian secara langsung selisih cukup banyak.

Kendati, kata Edhie, selama agen tersebut dapat menjembatani dalam pengadaan alutsista pihaknya akan menggunakan agen. Sebaliknya, jika penggunaan agen justru merugikan negara, bahkan lebih dari 30 persen dari harga beli, dinilai tidak tepat. Maka itu, lanjut Edhie, lebih baik menggunakan sistem Goverment to Goverment (G to G) karena jauh lebih efisien.

"Ini lebih murah karena G to G. Karena itu yang memusuhi saya banyak, tapi enggak masalah. Karena sebentar lagi juga saya pensiun," ujar Edhie berseloroh, saat jumpa persnya di Mabes TNI AD, Jakarta, Kamis (4/10).

Bahkan, Edhie mengaku, pernah mengalami pengalaman cukup mengecewakan pada saat berniat membeli alat teropong Trijicon melalui agen. Melalui harga agen, lanjut Edhie, teropong dikenai harga sekitar Rp 30 juta. Namun pada akhirnya, setelah melalui pengecekan lewat internet dan datang langsung ke pabriknya, Dirinya dapat membeli alat tersebut seharga sembilan jutaan rupiah.

"Pengadaan alutsista jujur saya pernah kecewa berat, saya bertanya seseorang saya ingin beli alat bidik, senjata ringan, karena Pindad belum bisa produksi. Satu unit harganya Rp 30 juta rupiah. Kaget saya. Sata cek di Internet harganya Rp 19 Juta, lalu saya putuskan kirim perwira ke pabriknya, ternyata hargnya hanya Rp 9 juta" tuturnya.

Edhie menjelaskan, dasar untuk pengadaan alutsista tak lain untuk menyamakan posisi dengan perkembangan negara lain, khususnya negara tetangga dan melihat peta kawasan Asia. "Ada saat yang buat saya miris, kita tidak bisa lakukan latihan persahabatan karena ada senjata berat yang enggak punya. Jadi kalau latihan dengan negara luar hanya latihan kecil, tidak batalion besar. Kita hanya menyamakan posisi, bukan dianggap ingin macho," 

liputan6.com

Labels: