Terbakarnya KRI Klewang 625 akan memengaruhi proses percepatan pemenuhan
kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) di laut. Peristiwa
akibat korsleting listrik itu tak akan membuat pemerintah menarik
kembali pesanan. "Pengadaan empat kapal perang tetap diteruskan," kata
Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono, di Jakarta, Senin (1/10).
Sebelum
hasil investigasi dirilis, DPR sempat menduga adanya sabotase atas
kejadian kebakaran yang terjadi pada Jumat (28/9) sore itu. Panglima
menegaskan bahwa kebakaran itu murni karena kesalahan teknis. "Kapal
belum rapi dan ada korsleting listrik, jadi terjadi kebakaran," kata
dia.
Kebakaran juga terjadi karena peralatan pendukung lain
belum berfungsi sempurna. Inilah yang lalu menyebabkan penanggulangan
tidak bisa dilakukan dan menghabiskan seluruh kapal. Untuk menyelesaikan
persoalan itu, Panglima meminta TNI AL sebagai pengguna tetap menunggu
pihak produsen, dalam hal ini PT Lundin Investment, membuat kapal baru.
"Pengalaman ini hendaknya menjadi pelajaran untuk membangun kapal yang
lebih baik. Kita menginginkan instalasi listrik betul-betul bersih agar
kebakaran tak terjadi," jelasnya.
Secara terpisah, pakar
keselamatan dan kebakaran dari Institut Teknologi Sepuluh November
(ITS), Alam Baheramsyah, mengatakan kebakaran yang menimpa KRI Klewang
di Pangkalan TNI AL (Lanal) Banyuwangi pada Jumat (28/9) lalu
menimbulkan keprihatinan bagi sejumlah kalangan akademisi dari ITS
Surabaya.
Menurut dia, beredar beberapa dugaan penyebabnya,
seperti hubungan pendek listrik dan panas berlebih dari bantalan mesin
atau ruang bakar dari mesin penggerak utama. Material dasar dari kapal
yang diklaim antiradar itu juga dinilai sebagai penyebab cepatnya api
menjalar.
"Api menjalar di seluruh badan kapal begitu cepat.
Belum ada kejadian seperti ini sebelumnya karena memang rasanya tidak
mungkin kapal bisa terbakar begitu cepat. Penggunaan karbon komposit
pada bangunan kapal adalah salah satu pemicu yang membuat api merambat
dengan cepat," kata dia.
Dia menjelaskan penggunaan karbon
komposit pada bangunan kapal memiliki sejumlah keuntungan, di antaranya
ringan, kuat, dan mampu meredam sinyal radar. "Memang lebih unggul
daripada metal, tapi ada konsekuensi pada fire safety-nya karena
komposit memang flammable (mudah terbakar)," tambah dia.
Paling Sensitif
Anggota
Konsorsium Kapal Perang ITS yang dibentuk Kementerian Pertahanan,
Subchan, mengungkapkan secara umum ruang kamar mesin yang tertutup
merupakan zona yang paling sensitif dan paling sering menjadi penyebab
timbulnya kebakaran yang masif dari sebuah kapal.
"Ini
disebabkan oleh kondisi ruang kamar mesin yang tertutup dengan di atas
200-250 derajat celsius dari engine KRI Klewang dengan daya 550 Horse
Power, bercampur dengan tersebarnya bahan bakar, minyak pelumas atau
cairan hidraulik yang berada di sekitar mesin penggerak utama," terang
dia.
Menurut dia, kegiatan pengelasan kapal di dalam kamar mesin
juga kerap menjadi faktor penyebab utama kebakaran kapal, khususnya
tidak dijalankannya prosedur dan pengawasan proses pengelasan di dalam
ruang kamar mesin. "Begitu juga untuk proses pemasangan amunisi atau
peralatan persenjataan pada kapal-kapal perang, sering kali menjadi
faktor penyebab terjadinya kebakaran di atas kapal-kapal perang saat
proses penyelesaian akhirnya," pungkas dia.
Kepala Pusat
Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Mayjen TNI Hartind Asrin,
menyatakan saat kebakaran itu kapal sedang diuji. Pengujian dilakukan
untuk melihat apa yang kurang untuk kemudian disempurnakan. Jadi, belum
ada penyerahan. Rencananya, pemerintah akan membeli empat unit kapal.
Dia
menambahkan setiap pengadaan alutsista selalu ada proses serah-terima
secara resmi dari pihak pembuat kepada Kementerian Pertahanan untuk
kemudian diteruskan kepada matra pengguna. "Serah terima itu dilakukan
oleh Menhan. Ini belum ada serah-terima resmi," tutur dia. nsf/SB/P-3
http://koran-jakarta.com
Labels: Defense